Three Minutes Updates (inspired by: “Three Minutes, Think with Fun !!!”)

Jumat malam, 25 Januari 2013, saya masih mengerjakan beberapa hal di kantor. Untuk sejenak melepas lelah, aku tinggalkan layar laptop dan beralih melihat Path. Saya terkesiap melihat sebuah foto yang di-upload salah seorang teman. Foto dengan caption singkat: For me you are the very good coach n trainer Pak – wish you all the best!

Dilihat dari foto tersebut, jelas memperlihatkan “farewell party” untuk Om Trainer. Ah, mau kemana Om yang satu ini. Apakah beliau akan assignment ke luar negeri? Atau setidaknya short temporary assignment? Saya masih bertanya tanya, ketika seorang teman memberitahukan “Pak NH resign Bro”

Deg… ada sesuatu yang hilang sesaat.

Continue reading

Tali Asih

Kembali hadir setelah sekian lama hiatus di dunia per-blog-an. Bukan maksud hati untuk mengundurkan diri, namun saya harus serangkaian perjalanan dengan setumpuk pekerjaan sehingga the broneo ini sedikit terbengkalai.

Beberapa waktu lalu, tepatnya 31 Oktober, kantor saya mengadakan meeting tahunan di Bali. Biasa, briefing menghadapi 2013. Semua peserta diharapkan bisa hadir di Bali pada hari minggu siang, karena serangkaian meeting tersebut diawali dengan team building pada hari minggu sore.

Nasib bagi saya, yang bertugas di kota tanpa bandara, perjalanan dimulai sehari sebelumnya. Pada hari sabtu saya menuju kota yang mempunyai jadwal penerbangan ke Bali pagi hari, agar bisa mengikuti team building sore harinya.

Setelah sekian hari mendengarkan briefing, dan diselingi beberapa games menarik, akhirnya meeting di Bali selesai. Namun itu bukan berarti perjalanan telah selesai. Saya masih harus terbang ke Balikpapan untuk beberapa urusan Pribadi di sana.Ternyata oh ternyata tidak ada flight langsung Bali-Balikpapan. Dan jadwal penerbangan yang connect dan sesuai dengan jam akhir meeting (jam 13.00) hanya ada Bali-Jakarta-Balikpapan. Singkat cerita, urusan di Balikpapan (setengah) selesai.  Setelah selesai urusan di Balikpapan, kembali lanjut dengan acara lain, di Jakarta.

  Continue reading

Cara Mencegah dan Menanggulangi Tawuran

Wuih… berat benar judul di atas, kayak seorang ahli saja saya ini berani-beraninya memberikan cara mencegah dan menanggulangi tawuran. Lha wong tawuran saja saya belum pernah… jadi yang akan tertulis hanya merupakan opini berdasarkan pengalaman saya saja.

Happy Family

Saya sangat beruntung dilahirkan di dalam keluarga yang penuh cinta. Meskipun bukan keluarga yang berlimpah harta, namun sungguh beruntung kami tidak berkekurangan. Cukupanlah. Bapak bekerja sebagai penjual barang-barang second di pasar, dan ibu bekerja sebagai perawat di sebuah rumah sakit swasta yang cukup ternama di Jogja, kedua orang tua saya mempunyai cukup waktu untuk memperhatikan setiap tahap perkembangan anak-anaknya. I was very happy.

Saya merasa aman bila di rumah, karena kedua orang tua yang sangat mencintai dan melindungi saya. Sebagai anak, wajar saja saya beberpa kali berantem dengan teman-teman sepermainan. Namun berantem bukan dalam artian berkelahi. Beberapa kali saya jothakan dengan teman sepermainan, namun setiap kali jothakan, orang tua saya selalu me-wawuh-kan kembali. Bapak akan mengajak aku mengunjungi rumah teman yang jothakan itu, dan mendamaikan kami, dihadapan orang tua mereka juga.

Teladan bukan nasehat kosong

Bapak ibu saya adalah teladan nyata dengan hidupnya. Bukan kata-kata yang dijejalkan ke kepala saya waktu saya masih kecil, namun dengan contoh, teladan. Setelah dianggap dewasa saja Bapak dan Ibu memberikan nasehat-nasehatnya. Namun nasehat itu hanya merupakan “rangkuman/kesimpulan” akan kehidupan mereka sehari-hari.

Bapak tidak pernah menyuruh-nyuruh saya belajar, tapi Bapak menjadi mahasiswa universitas terbuka. Semata-mata bukan untuk gelar sarjananya (toh Bapak tidak pernah lulus UT), namun teladan untuk belajar bagi saya dan kakak.

Ibu tidak pernah menasehatkan untuk bekerja keras, namun itu sungguh nyata tampak dalam keseharian ibu. Sebagai perawat dan sebagai ibu rumah tangga tanpa seorang assistant rumah tangga, merupakan pesan yang sangat kuat bagi saya untuk kerja keras. Continue reading

Bumbu Instant

Ini masih tentang kuliner, setelah tulisan sebelumnya mengenai tempat makan yang sangat recommended di Jogja. Ah… apasih yg tidak berhubungan dengan makan untuk BroNeo? Hehehehe

Kembali ke judul di atas, saat ini banyak sekali beredar bumbu instant. Mulai dari sekadar nasi goreng, sampai gulai, rendang, dan aneka macam masakan lainnya. Secara rasa, sebenarnya tidak terlalu cocok dengan lidahku, karena kadang rasanya kurang rumangsuk, tidak terasa sampai dalam, rasa hanya di luarnya saja. Selain itu, rasanya jadi standart, bisa jadi terlalu asin bagi kita, terlalu manis, atau sebaliknya, kurang pedas, kurang gurih. Singkat kata, bisa jadi bumbu instant itu kurang pas di selera kita.

Selain masalah rasa, aku juga kurang suka dengan prosesnya yang instant. Aku termasuk orang yang percaya proses. Proses yang baik, akan memberikan hasil yang baik juga.

Pandanganku yang “kontra” itu mendadak sontak goyah, tidak tahu harus “pro” atau “kontra” terhadap bumbu instant itu. Kalaupun tidak “pro” sekarang aku tidak “kontra” alias netral-netral saja. Apasih yang membuat berubah? Kok tiba-tiba goyah pendapatku?

Seperti biasa, setiap minggu aku dan istriku berbelanja untuk keperluan satu minggu. Beberapa waktu yang lalu, kebetulan kami sedang di Bandung, sehingga kami sempatkan berbelanja “extra”. Bahan-bahan makanan yang tidak tersedia di Tasikmalaya, kami beli di Bandung. Ada juga bahan yang sebenarnya di Tasikmalaya ada, tapi yang di Bandung lebih segar tampaknya.

Namun tiba-tiba saja ada perubahan rencana. Istriku yang tidak punya rencana mudik, mendadak pulang kampung, karena kakaknya yang sekarang tinggal di German, pulang bersama suami dan anaknya. Kapan lagi bisa ketemu. Kesempatannya sekarang atau nunggu setahun lagi. Sebenarnya kakak iparku berencana balik lagi ke Indonesia, tapi belum tahu kapan, dan belum tentu bisa pulang lengkap bersama seluruh keluarga. Jadi deh, istriku pulang kampung, meninggalkan bahan makanan yang lumayan banyak, dan bisa rusak jika tidak segera diolah.

Continue reading

Bu Ageng

Pulang kampung adalah saat untuk ber-kuliner ria. Kembali merasakan kenikmatan-kenikmatan yang selama ini bersemayam di memory. Tempat-tempat makan yang dulu sering aku kunjungi, tentu saja sudah masuk dalam list. Namun ada satu tempat baru yang masuk dalam list. Bu Ageng. Tempat makan rumahan yang sering muncul di timeline-ku.

Mendengar nama Bu Ageng, mau tak mau, ingatanku terseret ke akhir tahun 80an – awal 90an. Waktu itu, aku selalu membaca kolom Umar Kayam yang dimuat setiap minggu di harian Kedaulatan Rakyat. Kolom berisi gleyengan Pak Ageng, sebagai tokoh utama, bersama Mr Rigen, pembantunya. Gleyengan yang memotret fenomena social saat itu. Gleyengan adalah nasihat, sindiran, protes, usul, dan sebagainya yang disampaikan ringan, bercanda, dan tidak ngotot; sangat sering secara tidak langsung namun kadang cukup nge-kick. Gleyengan ini tumbuh subur di dalam budaya Jawa (tidak tahu ada tidak di budaya yang lain). Mungkin acara Sentilan Sentilun bisa cukup menggambarkan relasi antara Pak Ageng dan Mr. Rigen berikut gleyengan-nya.

Dalam kolom ini ada juga tokoh tokoh lain, seperti Bu Ageng, Ms Nansiyem, Beni Prakosa, Tolo-tolo, Prof Lemahombo, Prof Legowo Prasodjo, dan Pak Joyoboyo.

Continue reading

Jembatan Cirahong

Jembatan Cirahong terletak di perbatasan Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis, melintang diatas sungai Citanduy yang merupakan batas antara kedua kabupaten tersebut. Tidak terlalu susah untuk mencapai jembatan ini.

Dari arah kota Tasikmalaya, setelah melewati Polres Ciamis (di kanan jalan) kita akan menemui SPBU, pada sisi yang sama dengan Polres. Tepat sebelum SPBU tersebut, ada jalan masuk. Ikuti saja jalan itu. Jika tertemu perempatan, ambil lurus saja.

Sedangkan jika lewat Manonjaya, setelah melewati kota Manonjaya, akan terdapat belokan ke kiri dengan penunjuk arah Ciamis via Cirahong. Ikuti saja jalan tersebut.

Jembatan Cirahong ini cukup unik, karena selain untuk lewat kendaraan bermotor, jembatan ini sekaligus digunakan sebagai jembatan untuk kereta api. Bagian bawah untuk kendaraan bermotor dan bagian atas untuk kereta api. Unik bukan? Jembatan seperti ini tidak banyak, bahkan ada yang mengatakan bahwa jembatan Cirahong merupakan jembatan gendong atau jembatan paralel satu-satunya. Apakah memang demikian saya tidak tahu, mungkin teman-teman bisa mengkonfirmasi kebenarannya.

Kereta api melintasi Jembatan Cirahong

Continue reading