Penelitian Selama Bertahun Tahun

Pernahkan Anda mendengar promosi yang berbunyi kurang lebih seperti ini:

“Penelitian selama bertahun tahun menunjukkan bahwa …(nama product)… digunakan oleh lebih dari X% … (jenis profesi)”

Dalam hal ini jenis profesi yang dimaksud adalah ahli atau expertise dalam kategori product yang dimaksud.

Contohnya untuk memperjelas: Kalau product-nya shampoo, maka jenis profesinya adalah hair stylist, kalo product-nya pasta gigi, profesinya adalah dentist, kalo product-nya energy drink, jenis profesinya mungkin atlit.

Jadi kalimat di atas lengkapnya bisa jadi adalah:

“Penelitian selama bertahun-tahun menunjukkan bahwa Shampoo Sutra digunakan oleh lebih dari 70% hair stylist

Lho kok nama shampoo-nya seperti nama alat kontrasepsi yach? Biar ah.. lha wong maksudnya biar rambut selembut sutra je he.he..he…

 

Apa reaksi anda jika mendengar hal itu?

Anda percaya akan kehebatan product tersebut? Anda tertarik menggunakan product tersebut?

 

Hati-hati Saudara, jangan cepat percaya. Cek lagi deh apa maksudnya.  Ingat, PM Inggris, Benjamin Disraeli pernah mengingatkan, di dunia ini cuma ada tidak macam kebohongan: lies, damned lies, and statistic. Saran saya, baca deh buku How to Lie with Statistics, karya Darrell Huff. Atau yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi Berbohong dengan Statistik.

 how to lie with statistics

(gambar versi asli aku ambil dari sini, versi terjemahan koleksi pribadi)

Buku ini cukup kontrofersial pada masanya, karena mengungkapkan beberapa praktek “penipuan” atau “mis-lead” dengan menggunakan statistic. Mis-lead itu bisa berupa penyajian data dan hasil, asal menggunakan data, atau pemaparan dua data yang kelihatannya berhubungan padahal sesungguhnya tidak, dan banyak cara yang lain. Praktek ini sering digunakan oleh “praktisi statistic” bukan oleh “statistics” itu sendiri atau “statistician”.

 

Bagaimana cara berbohong untuk contoh kasus diatas? Apa yang salah dengan “Penelitian selama bertahun-tahun menunjukkan bahwa Shampo Sutra digunakan oleh lebih dari 70% hair stylist”?

 

Tidak perlu panjang lebar menerangkan, mungkin dengan membaca illustrasi di bawah ini saja sudah cukup. Tidak perlu pusing-pusing dengan hitungan. Very simple:

  Continue reading

Sitou Timou Tumou Tou

Atas nama tugas kantor, beberapa hari yang lalu landing-lah aku di Bandara Sam Ratulangi, Manado. Perjalanan selama satu jam dua puluh menit aku lewati dengan sangat tenang. Tapi jangan dikira tidak ada goncangan di udara lho ! Ya… aku lewati dengan tenang karena dengan sangat pulas aku tertidur.  Sejenak berisitirahat setelah sebelumnya mengendara Pare – Makassar. Capek juga euy nyetir sendiri berjam-jam. Lumayan fresh-lah setelah landing. Lumayanlah bisa istirahat sejenak. Otak lebih fresh, dan siap untuk menerima badai di otak. Yah, badai di otak, alias pembadaian otak, alias brainstorming.

 

Begitu keluar dari Bandara, dari tempat parkir, tampak tulisan besar di bandara Sam Ratulangi.

“SITOU TIMOU TUMOU TOU”

sitou timou tumou tou

(Gambar aku pinjam dari sini)

Woww.. apa itu, sitou timou tumou tou.

Semula aku mengira semacam candrasengkala. Jawa banget yach gue. Apa-apa terus di-link-kan dengan budaya Jawa.

Bagi yang belum tahu, candrasengkala adalah penulisan tahun dengan cara merangkai kata-kata, dimana masing-masing kata secara tersirat melambangkan angka. Cara bacanya dari belakang. Candra sengkala ini biasanya ada di Candi, Kraton, dan bangunan-bangunan lainnya, sebagai penanda tahun berdiri.

Contohnya: sajodho wus datan manggro, yang berarti 2002. He..he.. kalo ini mah berdirinya rumah tangga kakakku.

Nah karena sitou timou tumou tou empat kata, dan ada di depan gedung besar, makanya aku kira candra sengkala

Dalam perjalanan ke kantor dari Bandara, aku dan teman-teman semobil berusaha untuk mengingat frasa itu.  Situo tumou tuo oowoow…. timuo sumou situ… halah susah amat seeh..

Aku lumayan bisa melafalkan (meskipun lambat karena mikir dulu) setelah temanku yang sudah lebih dari satu tahun tinggal di sana memberikan clue, kalo depannya i, maka selanjutnya i juga, kalo depannya u maka selanjutnya u juga.

Gotcha!! Berdasarkan clue itu, mulai bisa melafalkan si-tou ti-mou to-mou tou.. yess!! Bisa juga akhirnya: Sitou Timou Tumou Tou

  Continue reading

Quick Count: Just Another Prove

Pilpres sudah berlangsung dengan lancar beberapa hari yang lalu. Hasil Quick Count sudah bermunculan. Banyak komentar yang muncul, dan ada pula yang mempersoalkan proses pilpres itu sendiri yang berakibat pada keluarnya hasil seperti yang ada saat ini.

Bagaimana perasaan Anda atau komentar Anda sendiri melihat hasil quick count?

Jujur, terlepas dari hasil yang ada, aku merasa mongkok melihat hasil quick count. Apa itu mongkok? Kenapa?

Mongkok adalah ungkapan dalam bahasa Jawa yang berarti kurang lebih berarti rasa bangga, kagum, ada terbersit rasa suka cita.

Kenapa aku bisa mongkok melihat hasil pilpres?

Apakah yang sementara unggul adalah pilihanku?

Bukan. Bukan itu yang membuat mongkok. Yang membuat mongkok adalah hasil quick count sekali lagi membuktikan bahwa statistik dapat digunakan untuk melihat kondisi suatu populasi, asalkan metode sampling-nya benar.

Yah, sebagai orang yang pernah belajar statistik, aku merasa bangga juga (boleh kan…?), ternyata memang apa yang pernah aku pelajari bisa memberikan hasil yang “sama” meskipun pelaku quick count berbeda-beda. Bahkan yang berbeda bukan hanya pelaku quick count saja, mungkin saja metode penentuan sample-nya pun berbeda, namun jika semua dilakukan secara benar dan sesuai kaidah keilmuan, ternyata hasilnya “tidak berbeda”

Dengan modal hasil ini (dan juga hasil-hasil yang lain), aku akan punya tambahan bekal jawaban untuk menjawab pertanyaan yang sering dilontarkan “Apakah benar hasil surveynya?”

 Coba perhatikan hasil quick count berbagai lembaga yang sempat saya ambil dari kompas dan sedikit sentuhan dari saya agar lebih enak terbaca.

Continue reading

Bayar Hutang

Hutang… Tentu kita tidak nyaman kalo kita punya hutang. At least itulah yang aku rasakan. Aku kadang heran lihat orang memamerkan kartu kreditnya. Suer aku tidak bangga punya kartu kredit. Lha wong punya bukti hutang kok bangga lho ya?? Dan kalo aku mau bertansaksi dengan menggunakan kartu kredit, selalu aku awali dengan “Boleh hutang tidak?” :-p

Namun coretan ini bukan masalah hutang atau kartu kredit. Ini adalah hutang tulisan.

Dalam tulisanku tentang Gunung Nona, ada termuat “-Kisah tentang Toraja dan perjalanan ke Palopo akan menyusul pada tulisan selanjutnya-“. Nah, inilah hutang yang coba aku bayar dengan tulisan singkat ini.

Mengenai Toraja, sebenarnya ada banyak cerita, namun mungkin jauh lebih banyak cerita yang terekam lewat gambar-gambar disini.

Sedangkan cerita perjalanan ke Palopo secara singkat sudah tersirat di kisah ke-GILA-an ku.

He..he… so dengan tulisan singkat ini, hutangku terbayar yach. Meskipun sedikit licik kalo tidak boleh dibilang smart.

Bagaimana dengan Anda? Adakah hutang tulisan yang harus dilunasi?

Pare, Juli 09

Pemberani, Nekat, atau Gegabah?

Antara pemberani, nekat, atau gegabah mungkin tipis sekali bedanya. Setidak-tidaknya itulah yang pernah aku alami. Minimal dua kali. Dan dua-duanya berhubungan dengan nyetir, malam-malam, lewat jalan yang belum pernah aku lalui sebelumnya. Jaraknya kurang lebih sama juga, sekitar 60 km saja. Dan dua-duanya atas nama “melakukan tugas kantor”. Ciele…

Pertama adalah perjalanan Balikpapan – Samarinda – Bontang – Sangatta, pada section Bontang – Sangatta.

Sore hari jam 16.30an aku telah sampai di pertigaan jalan yang memecah route menjadi dua, arah Sangatta dan Bontang. Jarak ke Bontang sekitar 10 – 20 menitan saja, sedangkan jalan ke Sangatta kurang lebih 60 km.

Karena perut mulai terasa lapar (he..he.. sesuai dengan bentuk tubuh yang sedikit montok), aku memutuskan singgah di Bontang sebentar untuk istirahat sejenak sambil makan. Toh dekat saja. Maklum setelah mengemudi sendirian Balikpapan – Samarinda – pertigaan ini, badan terasa capek, dan perlu istirahat juga.

Setelah beristirahat sejenak, dan mengisi perut, pukul 17.45an aku masuk ke mobil lagi, lanjut ke Sangatta. Aku call team yang sudah berangkat ke Sangatta terlebih dahulu, cari info kondisi jalan.

”Sepuluh kilo pertama OK Pak, setelah itu.. .hemmm Bapak lihat sendiri saja”

Upppsss… gumanku dalam hati. Bakal menantang neh!

”Mudah-mudahan tidak hujan Pak!!” kalimat terakhir yang diucapkan team pendahulu.

 

Benar teman.. setelah kurang lebih 10 km berjalan, mulai deh. Goyang kiri… goyang kanan… Ajut-ajutan…!

Ajriittt. Jalannya hancur. Bukan sebagian kecil, tapi sebagian besar!

Ini naik mobil atau rodeo yach??

Konsentrasi tingkat tinggi. Kendaraan-kendaraan besar yang jadi teman perjalanan. Selain jalan yang acak adul, penerangan benar-benar mengandalkan lampu mobil. Tidak ada penerangan jalan umum.

– Kenapa yach, jalan yang menghubungkan dua kota tambang eneri, batu bara di Sangatta dan Gas Alam di Bontang, tidak ada listrik penerangan. Kemana sumber daya itu diserap??? –

Kecepatan kendaraan benar-benar rendah, sebagian besar tidak bisa lebih dari 15 km per jam. Ada yang mulus sedikit… hajar!!! Coba menikmati kelajuan sebisa mungkin. Tiga kali sempat bagian bawah mobilku terantung batu atau lobang.

Pantesan Sangatta batal menjadi tuan rumah PON 2008 Kaltim, mau para atlitnya sakit pinggang semua sebelum bertanding?

Pikiranku melayang, gmana ini kalau maceet di jalan. Gmana kalau pecah ban! Pikiran itu benar-benar mencekam diriku. Ditengah pikiran yang melayang-layang itu, tiba tiba:

”Gubrakkk!!!!!!”

Keras sekali suara di belakang. Upss… apa ne??

Aku jalan perlahan, kendaraan masih berjalan sesuai kendali. Aku lihat dari spion, tidak ada yang mencurigakan.

Oalah… ternyata kursi paling belakang terpelanting dari ikatannya. Saking parahnya jalan, sampai-sampai kait yang mengikat kursi belakang terlepas, dan kursinya terbanting ke bawah, menimbulkan suara keras sekali tadi.

Pukul 21.00an terlihat tanda, Sangatta 6 km, dan jalan mulai membaik. Horreeee…. nyampai juga.

Setelah bertemu team yang berangkat terlebih dahulu, satu komentar singkat dari mereka, ”Nekat juga Bapak ini, jalan malam sendiri!”

Berikut gambar jalanan Bontang – Sangatta yang aku pinjam dari sini:

sangatta - bontang 1

sangatta - bontang

 

Pengalaman kedua, tidak berbeda jauh dari pengalaman pertama. Routenya Pare – Pare  – Rappang – Rantepao (Tana Toraja) – Palopo. Path Rantepao – Palopo. Dan lagi – lagi, atas nama “menjalankan tugas kantor”.

Hujan rintik mulai mengguyur kota Rantepao sekitar jam 17.00an. Saya beserta dua teman saya baru masuk tempat makan, sekali lagi makan siang yang telat. He..mmm demi makanan khas Toraja yang konon mak nyus, aku rela menahan lapar sesiang tadi. Informanku memberi tahu bahwa makanannya benar-benar nikmat, tapi lha kok gak ngasih info kalo persiapan makanan tersebut minimal 2 jam. Idealnya 3 jam. Makin melilit deh perut. Sialan… informan gak lengkap neh!

Singkat cerita, karena sang koki iba, maka dimasaklah menu tersebut dalam satu setengah jam saja. Cukup uenakkk, tapi sedikit kurang empuk. Tak apalah demi perut yang makin melilit ini.

Sambil menunggu makanan, kami sempat mengobrol dengan pemilik rumah makan tersebut.

“Tidak nginap di sini saja Pak?”katanya dengan nada keheranan.

“Tidak Bu, saya ada janji ketemu orang di Palopo” kataku.

“Wah jauh lho…. lagi pula hujan gini” ada nada khawatir dalam suara ibu itu.

Cuma 60 km aja… gumanku dalam hati. Bontang – Sangatta aja tembus, apalagi ini, jalannya cukup mulus, meskipun berkelok dan agak sempit.

“Ati-Ati Nak” ucap ibu itu ketika kami bergerak menuju kendaraan.

 

Hujan mengguyur makin deras. Pukul 19.15an aku meninggalkan Rantepao menuju Palopo.

Jalan lumayan mulus, tapi hujannya bok… deres banget. Dan sangat gelap.

Uh.. mana lampu kendaraan tidak terlalu terang lagi.

Benar-benar merayap dalam gelap.

Setelah 30 menitan, jalanan makin menanjak. Jujur aku tidak tahu apa, tapi ada kesan magis yang mencekam. Ada hitam yang aneh. Kegelapan yang tidak biasa.

Hmm…. Gusti Nyuwun Pangestu Dalem doaku singkat dalam hati.

Ada gentar di dadaku.

 

Kami sempat mendahului beberapa sepeda motor yang menembus hujan dalam ketinggian jalan yang membelah gunung-gunung yang memisahkan Rantepao dan Palopo. Kagum aku pada mereka,  bisa menembus jalur itu dengan sangat santai.

 

Tak terhitung kelokan tajam dan beberapa longsor harus aku rayapi. Penderitaan makin lengkap dengan mulai pusingnya kepalaku. Biasa, kalau terlambat makan pasti pusing seperti ini. Apalagi tadi telat makannya cukup akut.

Sementar temen seperjalanan tampak terlelap. Hmm… smakin nelangsa deh.

 

Setelah lebih dari 3 jam, akhirnya aku dapat melihat kota Palopo dari kejauhan. Uh… akhirnya. Sampai juga akhirnya aku di Palopo.

 Nah, kalo yang ini gak ada fotonya,  karena gelap banget uey…

Keseokan harinya, HP-ku bergetar. Nama rekan di Makassar muncul di layar.

”Hallo Broww….” kataku

”Di mana loe?”

”Palopo bos”

”Bukannya di Rantepao???”

“Smalem gue kesini, ada apa ya?”

“Gila loe, malam-malam jalan sendiri. Bahaya lagi jalur Rantepao – Palopo”

“Bener Bro, gelap banget dan ada kabut, ujan lagi!”

“Gila loe, gila…gila. Rawan lagi situ, banyak longsor. Rampok juga banyak tahu!!”

Gubrak!!! Ternyata jalur Rantepao memang sangat rawan, selain berkabut, gelap, berkelok-kelok, banyak longsor, banyak rampok lagi!

Untung perjalanan semalam masih dalam lindungan Gusti.

 

Hem… jadi aku termasuk pemberani, nekat, atau gegabah ya?

Kalo menurut temanku sih, yang jelas aku GILA! He..he… sampai empat kali dia menyebutku gila.

 

Bagaimana dengan Anda?

Apakah anda Pemberani? Gegabah? Atau Nekat?

 

Pare, Juli 09

Aku dan Hujan

“Uh kenapa orang selalu terpesona ama pelangi” desis Aku sambil memandang kosong ke kejauhan.

”Kan emang indah Say! Warna-warnanya sungguh indah. Lukisan alam”  kata Kamu sambil menyandarkan kepalanya di bahu Aku.

Seperti hari Jumat yang lalu lalu, sore itu Aku dan Kamu menjelang sunset di kedai kopi kecil di puncak bukit. Kedai itu tidak terlalu besar, tapi sangat nyaman. Dari situ Aku dan Kamu dapat melihat kota, juga laut yang membiru di kejauhan.

Sudah hampir setahun ini Aku dan Kamu melewati ritual Jumat sore. Tidak ada yang istimewa, minum kopi berdua saja di kedai itu. Saling berbagi cerita dan mimpi-mimpi. Saling melafalkan masa lalu. Dan yang paling penting, mencoba saling merasakan kehadiran.

Tapi sore ini lain. Aku menatap dengan geram pelangi yang dikagumi oleh Kamu. Pelangi bagi Aku adalah hujan di tempat lain. Bias indah warna yang tercipta adalah guratan kenangan masa lalu bagi Aku. Kenangan yang masih hidup dihatinya hingga detik ini. Meski statusnya pacar Kamu, tapi Aku tetap saja terpesona pada Dia. Dan …. tetap mengharapkan kehadirannya.

Dia yang datang bersama hujan. Dia yang dipeluk dalam hujan. Dia yang terlepas dalam gerimis. Dan dalam hujan pula ia menggantungkan harapan.

Berawal dibawah halte di depan kampus ketika hujan deras mengguyur. Ada beberapa mahasiswa berteduh disitu. Juga Aku terduduk menanti hujan yang reda. Dia berjarak beberapa jengkal saja. Itulah awal kedekatan mereka. Aku dan Dia. Kedekatan yang berlanjut menjadi ikatan percintaan.

Indahnya hari-hari mereka lalui. Dan mereka selalu menikmati hujan yang turun. Hujan yang mengingatkan pada perjumpaan mereka dulu. Hujan yang merintikkan getar-getar di hati. Dan hujan pula yang menumbuhkan cinta di hati.

Sering mereka berdua bermain hujan. Entah berkendara berdua menembus hujan. Atau sekedar berjalan bergandengan. Atau berlari menyusur pantai menikmati hujan. Hujan bagi Aku dan Dia mencerminkan masa kanak-kanak mereka. Aku dan Dia berharap dalam kepolosan, kejujuran dan keluguan anak-anak cinta mereka bertumbuh, mengakar dan menguat.

”Say, aku harus ke Jakarta tiga hari lagi” kata Dia suatu hari.

”Papa pindah tugas ke sana. Kami semua harus pindah” mata Dia mulai berkaca-kaca.

Aku memeluk erat kekasihnya.

”Hey lihat! Hujan turun diluar” kata Aku mengalihkan pembicaraan.

Tanpa komando mereka berdua melangkah ke halaman belakang rumah Aku. Halaman belakang rumah yang cukup luas, dan berumput cukup tebal dengan beberapa pohon di sudut-sudutnya.

Aku kembali mendekap Dia. Erat sekali. Dalam hujan mereka berpelukan sangat erat. Dalam hujan mereka menyembunyikan air mata yang berlinang.

”Say, tunggu aku di Jakarta!”

”Akan kususul ke Jakarta setelah kuliah selesai” janji Aku.

”Selama hujan belum hilang dari muka bumi, selama itu pula diriku mencintaimu”

”Janji ya Say…” kata Dia dengan nada tertahan.

“Janji… “

“Setiap kali hujan, aku hadir Say..”

”Jangankan cuma jarak Balikpapan-Jakarta. Hujan bisa menyatukan langit dan bumi!! Lihatlah betapa indahnya angkasa dan bumi bersatu dalam hujan. Curahan kasih angkasa dibalas dengan semerbak tanah basah”

Lanjut Aku,”Selama kamu masih bisa menikmati hujan, aku pasti datang”

Dalam derasnya hujan sore itu, Aku dan Dia saling mengikat janji. Janji untuk bertemu lagi.

Setelah perpisahan itu, Aku selalu menantikan hujan. Hujan yang membawa kenangan, hujan yang mendatangkan Dia, dan hujan yang meneguhkan janji hati.

Hari itu mendung mulai menggantung, pertanda hujan akan datang. Senyum mengembang di bibir Aku. Kenangan indah berlintasan di benaknya. Ketika rintik mulai mengguyur, seperti biasa Aku mengirim SMS ke Dia.

Say, sdh 2 bln hujan gk turun, skr dah rintik2, i miss u, i do love u 🙂

Sekian lama tak ada balasan. Sampai akhirnya datang halilintar yang menyambar HP-nya.

Aku, maafkan aku, aku khilaf, aku terlempar ke sahara. Tak ada lagi hujan di sini. Biar ku sembunyikan air mata ini dalam hujan. Jangan coba kontak lagi. Aku hamil. Aku akan menikah bulan depan. Still loving you

”Kok melamun Say?”

tegur Kamu menarik Aku kembali ke kedai kopi.

”Yuk pulang, sudah mulai gelap. Indah senja sudah lewat”

Setiba di rumah Aku melangkah ke halaman belakang. Dia menuju pohon kamboja di sudut halaman. Dengan pisau lipat dikorenya tanah dibawah pohon itu. Sebuah lempeng batu diangkatnya keluar.

Tangannya masih tergetar ketika membaca apa yang tertulis disitu.

RIP

Disini terkubur cinta sejatiku.

Albert Kusuma – Dyah Iin Arzetha.

(Jun 05 – Aug 07)

 

Dari dalam jaketnya dia keluarkan lempengan sejenis. Dibaca sejenak.

Disini kukubur dustaku

Albert Kusuma – Katharina Murti Djati.

(Jul 08 – Jun 09)

 

Setelah dikubur lagi kedua lempeng itu, Aku mengambil handphone-nya, beberapa kata diketikkan.

Maaf, harus aku akhiri hubungan ini. Aku tidak pernah dengan tulus mencintaimu. Maaf kan aku

Guntur menggelar, seiring rintik yang mulai turun. Setitik air mata jatuh lagi.

 

inspired by utopia’s song – “hujan” & demis roussos performance on “rain and tears”

 

Palopo, Jun 09

Cape Deh..

(Tulisan ini tidak bermaksud untuk berkampanye untuk pasangan tertentu, juga bukan negative campaign. )

Tinggal beberapa hari lagi pencontrengan capres-cawapres akan dilaksanakan. Team sukses tentu semakin giat berkampanye. Mereka dengan lantang berteriak “Lanjutkan..” , “Pro Rakyat”, “Lebih cepat lebih baik”. Smakin gencar pula mereka memasang material promosi, baik berupa baliho, billboard, pasang iklan di teve, atau bagi-bagi kaos dan stiker.

Tidak ada yang menyangkal bahwa penempelan material promosi di kaca belakang angkot cukup efektif. Apalagi kalo jalannya macet. Mau gak mau, kendaraan yang dibelakangnya pasti melihat iklan tersebut. Solus site, kata temen-temen yang berkecimpung di bidang material promosi outdoor. Tapi mbok ya o… semangat dalam berkampanye juga dibarengi dengan kejelian dan sudut pandang yang sedikit lebih luas. Bukan cuma asal tempel sticker saja.

Coba lihat gambar ini, apa yang dibenak Anda semua?

cape dehh

Cape … Deh…. !!! Ungkapan yang berkonotasi kemalasan, atau keengganan kok ya di tempeli atribut “Lebih cepat lebih baik”!! Cape… Deh..

Coba kalo yang ini dilanjutkan dengan slogan “Lanjutkan”

truck1

Atau barang kali anda semua pernah melihat tulisan di back truck, atau di bus “Kutunggu Jandamu”. Nah kalo itu ditempeli “Lebih cepat lebih baik” apa gak berabe??

Tapi pernah ada yang “tepat” juga lho ternyata. Kemarin sempat kendaraan yang aku kemudikan dilalui dengan cukup ugal-ugalan angkot dengan sticker serupa. Dalam hati aku cuma bisa berguman “Hmm… lebih cepat lebih baik??? Mbok mangkat wingi wae ben ra cenanangan” (seyogyanya berangkat kemarin saja biar tidak ugal-ugalan)

Bagiamana dengan pengalaman Anda? Barangkali pernah melihat hal “aneh” lain??

note: gambar truck aku pinjam dari sini, gambar angkot aku ambil sendiri dan hampir saja aku menabraknya demi mendapatkan foto dg cukup jelas dari HP jadul.

 

Pare, 1 Jul 09